Menu

SOFTSKILL PERILAKU KONSUMEN

PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP PEMBELIAN KONSUMEN

BAB I
PENDAHULUAN
i.1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang, terutama dalam perilaku pengambilan keputusan dan perilaku pembelian. Dalam perkembangan sejarah budaya konsumsi maka masyarakat konsumsi lahir pertama kali di Inggris pada abad 18 saat terjadinya tehnologi produksi secara massal. Tehnologi yang disebabkan oleh berkembangnya revolusi industri memungkinkan perusahaan-perusahaan memproduksi barang terstandarisasi dalam jumlah besar dengan harga yang relatif murah.
Pada saat yang bersamaan muncul revolusi kebudayaan, di mana masyarakat secara bertahap berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang kekotaan, karena dengan berpindahnya ke perkotaan maka budaya mereka berubah sehingga berkembanglah tata nilai baru dan pola kehidupan yang baru akibat pekerjaan yang berbeda. Tidak hanya orang yang kaya saja bahkan orang yang biasa juga merasa perlu membeli produk yang dapat memuaskan kebutuhan budaya baru, seperti munculnya perbedaan status yang makin menonjol di kalangan masyarakat perkotaan.
Gambaran lahirnya masyarakat konsumsi tersebut diatas, menunjukkan pentingnya budaya dalam memahami perilaku konsumen. Aspek-aspek budaya yang penting dapat diidentifikasi sehingga dapat
digunakan sebagai dasar untuk memahami bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi konsumen dan tentunya dapat digunakan dalam mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif.

             Banyak definisi tentang budaya yang dipaparkan oleh para pakar, diantaranya:
1.)  Kebudayaan didefinisikan sebagai kompleks simbol dan barang-barang buatan manusia (artifacts) yang diciptakan oleh masyarakat tertentu dan diwariskan dari generasi satu ke generasi yang lain sebagai faktor penentu ( determinants) dan pengatur ( regulator ) perilaku anggotanya (Setiadi, 2003).
2.)  Budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu (Wallendorf & Reilly, Mowen, 1995).
3.)  Budaya (culture) sebagai makna yang dimiliki bersama oleh (sebagian besar ) masyarakat dalam suatu kelompok sosial ( Peter & Olson, 2000).
4.)  Culture is that complex whole that includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society ( Loudan & Della Bitta, 1993)
5.)  Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak dan simbol bermakna lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat ( Angel, Blackwell& Miniard, 1994).
Beberapa definisi budaya telah dipaparkan namun secara garis besar menurut Engel, Blacwell & Miniard (1994 ) budaya dapat dibedakan menjadi Makro budaya ( macroculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan simbol yang berlaku pada keseluruhan masyarakat, dan Mikro budaya ( microculture/ subculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan simbol dari kelompok yang lebih terbatas, seperti kelompok agama, etnis tertentu, atau subbagian dari keseluruhan.Budaya dapat melengkapi diri seseorang dengan rasa identitas dan perilaku yang dapat diterima di masyarakat, terutama dapat diketahui dari sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh budaya. Seperti halnya : pakaian, penampilan, komunikasi, bahasa, makanan dan kebiasaan makan, hubungan, kepercayaan, dan lain sebagainya yang seringkali meliputi semua hal yang konsumen lakukan tanpa sadar memilih karena nilai kultur mereka, adat istiadat dan ritual mereka telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari.
Sebagai contoh misalnya komponen budaya di masyarakat Amerika, memiliki sekian nilai yakni : achievement & succes, activity, efficiency & practicality, progress, material comfort, individualism, freedom, humanitarianism, youthfulness, fitness and health and  external conformity.
i.2. Dimana Seseorang Menemukan Nilai yang Dianut
            Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan hidupnya. Individu mempelajari semuanya melalui proses belajar dari kehidupan sehari-hari dan belajar menentukan hal yang benar maupun yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara, diantaranya yaitu :
a.       Model atau contoh, ialah dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul.
b.      Moralitas, diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda
c.       Sesuka hati, adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut.
d.      Penghargaan dan Sanksi, ialah perlakuan yang biasa diterima seperti mendapatkan penghargaan bila menunjukan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukan perilaku yang tak baik.
e.       Tanggung jawab untuk memilih, ialah adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
ii.1. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Perilaku Konsumen
Pemasar harus mempertimbangkan beberapa isu penting saat menganalisis budaya, yaitu :
  1. Makna budaya dapat dianalisis dalam beberapa tahapan yang berbeda, seperti halnya penganalisisan pada tingkat makro dari masyarakat atau negara secara keseluruhan ataupuan budaya dari nilai-nilai bersama oleh sekelompok masyarakat tertentu secara mikro, seperti dilihat dari segmen masyarakat tertentu misalnya sekelompok orang dalam kelas sosisl atau grup referensi ,ataupun dalam lingkup keluarga.
  2. Konsep makna umum atau yang dimiliki bersama sangat penting untuk memahami budaya. Makna budaya ( cultural meaning ) adalah jika sebagian atau beberapa masyarakat dalam suatu kelompok sosial memiliki makna dasar yang sama. (misalnya, apakah arti ‘orang tua/ manula’? apakah makna ‘lingkungan yang aman’? bagaimana arti’bicara yang sopan’? dsb).
  3. Makna budaya diciptakan oleh masyarakat melalui interaksi sosial mereka. Pembangunan makna budaya terlihat dalam tingkatan kelompok yang lebih kecil misalnya bagaimana mode busana yang disebut “ngetrend” pada mahasiswa sampai akhir tahun ini? Accessories apa yang sering mereka gunakan?Sedangkan di lingkungan makro makna itu dipengaruhi oleh  institusi budaya seperti pemerintah, organisasi keagamaan, pendidikan, dan juga perusahaan semuanya dapat terlibat dalam pembangunan makna budaya.
  4. Makna budaya terus melakukan gerakan ( dinamis ) dan dapat mengalami perubahan yang cepat, misalnya perilaku masyarakat yang dramatis oleh munculnya tipe ponsel ( handphone ) Blackberry, yang dianggap mampu melakukan fungsi lebih dari sekedar ponsel tetapi mampu melakukan chating , facebook, email dsb.
  5. Kelompok-kelompok sosial memiliki perbedaan dalam tingkat kebebasan memilih makna budaya tertentu, seperti di Amerika dan Eropa masyarakat lebih memiliki kesempatan untuk menciptakan identitas pribadi dan menggunakannya, sementara sebagian masyarakat lain di Cina, India dan Arab Saudi mungkin lebih terbatas dalam memiliki kebebasan memilih makna budaya tertentu.
Kandungan utama budaya sering digunakan sebagai pendekatan oleh pemasar dalam menganalisis budaya untuk melakukan terobosan pemasaran. Pemasar biasanya berfokus pada nilai-nilai dominan dalam suatu masyarakat. Kandungan suatu budaya ( content of culture) adalah kepercayaan, sikap, tujuan, dan nilai-nilai yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat dalam suatu lingkungan yang menyangkut aspek-aspek lingkungan sosial ( ragam agama dan kepercayaan, ragam partai politik , dsb) dan fisik ( produk, peralatan , gedung dan bangunan dsb) dalam masyarakat tertentu. Tujuan dalam analisis budaya adalah untuk memahami kandungan makna dari sudut pandang konsumen yang menciptakan dan menggunakannya. Misalnya pengibaran bendera memiliki tanggapan rasa patriotisme dan semangat juang, diskon 50% adalah memiliki tanggapan “daya tarik” yang heboh, antri lebih dari 30 menit bagi sebagian orang Amerika membuat frustasi dan marah, namun di bagian masyarakat Indonesia merupakan hal yang biasa saja, sehingga ada slogan” budayakan antri……yang ada gambarnya bebek berbaris rapi.
Seperti halnya makna berjabat tangan ketika menyapa menjadi simbol selamat datang dan persahabatan oleh sebagian besar masyarakat dunia, meskipun ada sebagian yang melakukannya dengan membungkukkan badan atau mencium. Perbedaan makna budaya bahkan dapat diamati dari lingkungan berbelanja apakah toko diskon yang konsumen bisa memilih sendiri  atau toko spesial yang dilengkapi dengan pelayanan pribadi penuh dari pramuniaga dan fasilitas belanja yang mewah.
Akhirnya strategi pemasaran juga memiliki makna yang dipercaya bersama, seperti reaksi masyarakat terhadap iklan. Masyarakat Amerika terbiasa mengungkap iklan dengan secara langsung dan terbuka, bahkan dianggap terlalu ‘fulgar’ atau emosional oleh sebagian masyarakat di negara lain. Atau promosi diskon dan penjualan murah, di sebagian masyarakat bisa dianggap positif tetapi bagian masyarakat lain bisa berbeda dan justru sering mendapat reaksi negatif karena adanya anggapan bahwa barang yang didiskon pasti tidak berkualitas dan barang sisa, cuci gudang atau barang yang tidak laku. Sehingga pemasar harus hati-hati menangkap makna budaya dari produk dan merek yang akan dipasarkan dengan melihat lingkungan budaya yang melekat pada target pasar yang akan dipilihnya.
MENGUKUR KANDUNGAN BUDAYA
Pemasar dapat menggunakan berbagai prosedur untuk mengukur kandungan budaya yaitu melalui analisis kandungan budaya, penelitian etnografis dan pengukuran nilai. Pendekatan yang umum dipakai adalah dengan penelitian konsumen melalui wawancara, survei, telepon bahkan fokus group). Analisis kandungan budaya dapat dilakukan dengan mengamati obyek material yang ada dalam kelompok sosial, misalnya komik yang beredar di kalangan anak-anak sering berisi tentang nilai-nilai persahabatan, nilai agama, bahkan ini dapat diamati selama periode waktu tertentu, seperti perubahan peran wanita yang bekerja dalam puluhan tahun terakhir sehingga iklan dapat disentuhkan dengan keberadaan mereka.
Penelitian etnografis, yang melibatkan pengamatan ciri yang rinci yang bersumber dari antropologi untuk melihat tanggapan emosi, pengetahuan, dan perilaku dalam keseharian dalam masyarakat lingkungan tertentu. Misalnya bagaimana perilaku masyarakat pada pasar tradisional Jawa?Budaya tawar menawar yang dilakukan?Hal itu dapat diangkat sebagai tema dalam iklan produk tertentu.
Pengukuran nilai cenderung dilakukan secara langsung untuk melihat nilai dominan, dengan alat penilaian tertentu seperti rangking nilai yang dominan dan menggunakan metode statistik tertentu.
MITOS DAN RITUAL KEBUDAYAAN
Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos adalah cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya mitos mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion King ) atau binatang yang cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk, seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana menyusun strategi pemasaran tertentu.
Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang lebih menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-bendayang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah. Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.
BUDAYA POPULER VS BUDAYA LUHUR
Budaya populer merupakan karakteristik budaya sangat banyak bahkan melintasi budaya tradisional (luhur) yang mengakar dalam masyarakat. Budaya populer adalah budaya yang menarik massa yang mempunyai karakteristik ; 1) masuk kedalam pengalaman dan nilai kebanyakan anggota masyarakat, 2) tidak memerlukan pengetahuan khusus untuk mmahaminya dan 3) dihasilkan karena mudahnya setiap orang mengakses pada nilai budaya populer. Sedangkan budaya luhur ( high culture) menghasilkan produk yang bernilai seni tinggi, karena proses pembuatannya semata-mata didasarkan pada nilai-nilai estetis (Lukisan, Batik, Patung, Keramik dsb)  sedangkan budaya populer menghasilkan produk dengan keahlian dan ketrampilan yang dapat dibuat secara massal dengan formula yang baku ( cetakan pabrik ). Aliran musik alternatif juga menunjukkan budaya populer, juga budaya pakaian ketat yang marak dikenakan di kalangan remaja putri  di Indonesia, begitupun rok mini yang ngetrend tahun 60 – 70-an sekarang sedang ngetrend lagi.
BUDAYA DAN KONSUMSI
Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng,   makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ‘ kristal biru’ pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga memberi simbol makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk , segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
Beberapa perubahan pemasaran yag dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :
  1. Tekanan pada kualitas
  2. Peranan wanita yang berubah
  3. Perubahan kehidupan keluarga
  4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
  5. Waktu senggang yang meningkat
  6. Pembelian secara impulsif
  7. Hasrat akan kenyamanan
ii.2. Struktur Konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan). Grafik ini memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1 ke D2bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan untuk mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran (S).
ii.3. Dampak Nilai-nilai Inti Terhadap Pemasar
a. Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena ukan hanya fisik (makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri, sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.
b. Keinginan
Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaza dan kepribadian individual dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya akan memenuhi kebutuhan makannya dengan gudeg, orang Jepang akan memuaskan keinginannya dengan makanan sukayaki dll.
c. Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat yang paling memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan menusia akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
ii.4. Perubahan Nilai
            Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
1. Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
2. Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3. Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
Variasi nilai perubahan dalam nilai budaya terhadap pembelian dan konsumsi
Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
 Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
Usia muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa  yang terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh kasus :
pada beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga para orang dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti diskusi keluarga diantara mereka.
iii.1. Kesimpulan
            Banyak sekali faktor kebudayaan yang amat mempengaruhi perilaku pembelian seorang individu. Bila sebagai konsumen amat sangat mudah mengambil tindakan sendiri, karena seorang konsumen yang mengerti bagaimana pilihannya sendiri yang berdasar pada kebudayaan yang dianutnya, baik pribadi maupun dilingkungan keluarga, dan lingkungan sosial lainnya menjadi pengaruh konsumen tersebut. Sedangkan pemasar harus kiat membentuk produk sesuai keinginan konsumen, maka dari itu pemasar perlu mempelajari bermacam kebudayaan yang dianut.
iii.2. Saran
            Sebaiknya pemasar harus adanya kesinambungan kepada pembeli, sehingga target pemasar tercapai. Kebudayaan adalah hal yang mayoritas menjadi pengaruh besar, disamping dari menyeimbangkannya dengan kemajuan teknologi yang ada. Jadi, kebudayaan dari perilaku konsumen tidak hilang, namun tetap diseimbangkan dengan kemajuan teknologi sekarang.
 sumber:
Keegan, Warren J., Global Marketing Management, Prentice Hall International Editions, 1989
Boyd Jr., Harper W., Westfal, Ralph & Stasch, Stanley F, Marketing Research, Richard D Irwin, 1977
Aaker, david, marketing Research, John Wiley & Sons, Inc., 1986
Berman, Barry, & Evans, Joel, Retail Management, a Strategic Approach, MacMillan Publishing Book Co., 1986
Busch, Paul & Houston, Michael J., Marketing, Strategic Foundation, The Irwin Series, 1985
http://Pengaruh%20budaya%20dalam%20perilaku%20konsumen%20%C2%AB%20Buah%20Ilmu.htm







softskill perilaku konsumen BAB IV, V, VI

BAB I
PENDAHULUAN

Konsumen   menuntut   tidak   terbatas   terpenuhi   kebutuhan   tetapi   juga   yang   menjadi   keinginannya.  Peningkatan   tersebut  sejalan   dengan   perkembangan   teknologi   informasi   yang   memberikan   kemudahan   konsumen   mengetahui,   memahami,   dan   mempunyai   banyak   pilihan atas  apa  yang  akan ia  pilih  dan  kemudian  terjadilah  suatu  proses  pembelian.
EVALUASI  ALTERNATIF  SEBELUM  PEMBELIAN
Pjilip Kotler mengemukakan,  “Konsumen  mempelajari  merk-merk  yang  tersedia  dan  ciri-cirinya.  Informasi  ini  digunakan  untuk  mengevaluasi  semua  alternatif  yang  ada  dalam  menentukan  keputusan  pembeliannya”  (1998:170).  Menurut  Sutisna,  “setidak-tidaknya  ada  dua  kriteria  evaluasi  alternatif.  Pertama  adalah  manfaat  yang  diperoleh  dengan  membeli  produk  dan  Kedua  adalah  kepuasan  yang  diharapkan”  (2001:22).  Randall,  Ulrich,  dan  Reibstein  menegaskan, “  ....  when  evaluating  the  product,  consumers  takes  into  account  the  directly  observable  attributes  of  the  products  and  the  value  of  brands”  (1998).  Berdasarkan  pendapat-pendapat  tersebut,  ketika  berbagai  alternatif  telah  di  peroleh,  konsumen  melakukan  evaluasi  alternatif.  Evaluasi  alternatif  tersebut  keberadaannya  disesuaikan  berdasarkan  konsumen  dengan  produk  yang  akan  dibelinya.
Proses  Pengambilan  Keputusan  Pada  Konsumen

A.  Setelah  konsumen  menerima  pengaruh  dalam  kehidupannya  maka  mereka  sampai  pada  keputusan  membeli  atau  menolak  produk.  Pemasar  dianggap  berhasil  kalau  pengaruh-pengaruh  yang  diberikannya  menghasilkan  pembelian  dan  atau  dikonsumsi  oleh konsumen. Keputusan konsumen, tingkatan-tingkatan dalam pengambilan keputusan, serta  pengambilan  keputusan  dari  sudut  pandang  yang  berbeda  bukan  hanya  untuk  menyangkut  keputusan  untuk  membeli,  melainkan  untuk  disimpan  dan  dimiliki  oleh  konsumen.
B.  Konsep Keputusan
Keputusan  adalah  suatu  pemilihan  tindakan  dari  dua  atau  lebih  pilihan  alternatif.  Bila seseorang  dihadapkan  pada  dua  pilihan,  yaitu  membeli  dan  tidak  membeli  tapi  memilih  membeli,  maka  dia  ada  dalam  posisi  membuat  keputusan.  Semua  orang  mengambil  keputusan  setiap  hari  dalam  hidupnya  tanpa  disadari.  Dalam  proses  pengambilan  keputusan,  konsumen  harus  melakukan  pemecahan  masalah  dalam  kebutuhan  yang  dirasakan  dan  keinginannya  untuk  memenuhi  kebutuhan  dengan  konsumsi  produk  atau  jasa  yang  sesuai. 
Ada empat sudut pandang dalam menganalisis pengambilan keputusan konsumen
-  Sudut  Pandang  Ekonomis
Konsumen  sebagai  orang  yang  membuat  keputusan  secara  rasional,  yang  mengetahui  semua  alternative  produk  yang  tersedia  dan  harus  mampu  membuat  peringkat  dari  setiap  alternative  yang  ditentukan  dipertimbangkan  dari  kegunaan  dan  kerugiannya  serta  harus  dapat  mengidentifikasikan  satu  alternative  yang  terbaik,  disebut  economic  man.  Tidak   reatistis   karena  :
a.  Manusia  memiliki  keterbatasan  kemampuan,  kebiasaan  dan  gerak.
Contoh  :  orang  yang  tidak  terampil  bersosialisasi  akan  cenderung  malas  berkomunikasi.
b.   Manusia  dibatasi  oleh  nilai-nilai  dan  tujuan.

Contoh  :   seseorang  yang  ingin sekali  mengkonsumsi  makanan  enak  tidak  harus  pergi  ke  kota,  cukup  mengkonsumsi  makanan  murah  namun  nikmat  dan  kebersihannya  terjaga.  
c.  Manusia  dibatasi  oleh  pengetahuan  yang  mereka  miliki.
Tidak  semua  informasi  mengenai  produk  bisa di   pahami,  kriteria  evaluasi  yang  ingin  mereka  bentuk  pun  tidak  akan  setepat  economic  man.  Konsumen  tidak  membuat  keputusan  yang  rasional,  tetapi  keputusan  yang  memuaskan  adalah  keputusan  yang  cukup  baik. 
Analisis  Proses  Pengambilan  Keputusan  Oleh  Konsumen.
1.      Sudut  Pandang  Pasif
Sudut  pandang  ini  berlawanan  dengan  sudut  pandang  ekonomis,  konsumen  pada  dasarnya  pasrah  pada  kepentingan  sendiri  dan  menerima  secara  pasif  usaha-usaha  promosi  dari  para  pemasar.  Konsumen  dianggap  sebagai  pembeli  yang  impulsive  dan  irasional.
Kelemahannya  adalah  pandangan  ini  tidak  mempertimbangkan  kenyataan  bahwa  konsumen  memainkan  peranan  penting  dalam  setiap  pembelian  yang  dilakukan,  baik  dalam  mencari  informasi  tentang  berbagai  alternative  produk,  maupun  dalam  menyeleksi  produk  yang  dianggap  akan  memberikan  kepuasan.
2.      Sudut Pandang Kognitif
Konsumen  sebagai  cognitive  man  atau  sebagai  problem  solver.  Kosumen  merupakan  pengolah  informasi  yang  selalu  mencari  dan  mengevaluasi  informasi  tentang  produk  dan  gerai.  Pengolah  informasi  selalu  berujung  pada  pembentukan  pilihan,  terjadi  inisiatif  untuk  membeli  atau  menolak  produk.  Cognitive  man  berdiri  di  antara  economic  man  dan  passive  man,  seringkali  cognitive  man  punya  pola  respon  terhadap  informasi  yang  berlebihan  dan  seringkali  mengambil  jalan  pintas,  untuk  memenuhi  pengambilan  keputusannya  (heuristic)  pada  keputusan  yang  memuaskan.
3.      Sudut  Pandang  Emosional
Menekankan  emosi  sebagai  pendorong  utama,  sehingga  konsumen  membeli  suatu  produk.  Favoritisme  buktinya  seseorang  berusaha  mendapatkan  produk  favoritnya,  apapun  yang  terjadi.  Benda-benda  yang  menimbulkan  kenangan  juga  dibeli  berdasarkan  emosi.  Anggapan  emotional  man  itu  tidak  rasional  adalah  tidak  benar.  Mendapatkan  produk  yang  membuat  perasaannya  lebih  baik  merupakan  keputusan  yang  rasional.







































BAB  II

PEMBAHASAN


PEMBELIAN

Proses  keputusan  pembelian  menurut  Philip  Kotler  (1998:170)  terdiri dari lima tahap yaitu :
1.      Pengenalan  Kebutuhan
2.      Pengenalan  Informasi
3.      Evaluasi  Alternatif
4.      Keputusan  Pembelian
5.      Pasca  Pembelian

Buchari  Alma menegaskan,  “ .... setelah  melakukan  penilaian  maka  diambillan  keputusan  membeli  atau  tidak  membeli”.  (2002:59).  Konsep dasar  dalam  pandangan  Setiajatnika (1999:31)  meliputi  empat  komponen  sebagai  berikut  :
1.      Keadaan dasar,  yakni  sekumpulan  peristiwa  yang  mempengaruhi  hasil  keputusan.
2.      Peluang  yang  berkaitan  dengan  keadaan  dasar.
3.      Sekumpulan  kegiatan  yang  dilakukan  oleh  pengambil  keputusan.
4.      Sekumpulan  manfaat  dan  biaya  kombinasi  keputusan  dasar.
Menurut  berbagai  pendapat  yang  tertera  diatas,  dapat  disimpulkan  bahwa  semua  yang  tertulis  diatas  dapat  menunjukan  bagaimana  keputusan  pembelian  di peroleh.  Konsumen  melakukan  kesimpulan  dalam  menjalankan  pembelian.
Pembahasan  tentang  keputusan  pembelian  dapat  lebih  jelas  kita  pelajari  dari  sebuah  model  yang  memberikan  gambaran  menyeluruh  dari  variabel-variabel  penentu  termasuk  kegiatan-kegiatan  konsumen  dalam  melakukan  kesimpulan  terbaiknya.  Model  Keputusan  pembelian  Schiffman  dan  Kanuk  pada  uraian  sebagai  berikut  :
Input  External  Influence
Firm  Marketing  Efforts  :
1.  Product
2.  Promotion
3.  Price
4.  Channels  of  distribution
Social  Cultural  Environment  :
1.  Family
2.  Informal  Sources
3.  Other  noncomercial  sources
4.  Social  class
5.  Subcultural  and  culture
Faktor-faktor  dari  luar  yang  terdiri  dari  bauran  pemasaran  dan  faktor  sosial.  Bauran  pemasaran  untuk  menjangkau,  memberi  informasi,  dan  mendorong  keputusan  pembelian  konsumen.  Faktor  sosial  budaya  meliputi  keluarga,  sumber  informal,  sumber  non  komersial,  kelas  sosial,  dan  sub  budaya  memberikan  pengaruh  bagaimana  konsumen  menerima  atau  menolak  pembelian  produk.
Process  Internal  Influence
-          Experince

-          Psycological  Field  :
1.  Motivation
2.  Perception
3.  Personality
4.  Learning
5.  Attitudes

-          Need  recognition  prepurchase  search  evaluation  of  alternatif

Proses  keputusan  pembelian  dipengaruhi  unsur  psikologis  yang  menentukan  tipe  pembelian  yang  dibuat  meliputi  motivasi,  persepsi,  belajar,  kepribadian,  dan  sikap.
a.       Adanya  kebutuhan
Kesenjangan  antara  keadaan  faktual  dengan  keadaan  yang  dinginkan  konsumen.  Kebutuhan  ini  dapat  dirasakan  oleh  konsumen  berupa  rangsangan  dari  luar  maupun  dari  dalam, misalnya  lapar  dan  haus.
b.      Pencarian  Informasi  Pembelian
Informasi  sangat  diperlukan  oleh  konsumen  untuk  melengkapi  hal  apa  saja  yang  konsumen  tidak  tahu.  Bahkan  informasi  yang  sama  dapat  mendukung  daya  kepercayaan  konsumen  terhadap  produk  apa  yang  akan  dibeli  dengan  kata  lain  sebagai  penguat  keputusan  pembelian.
c.       Evaluasi  alternatif
Seluruh  perbandingan  yang  tertera  atau  yang  telah  didapat  oleh  konsumen  sehingga  dapat  diambil  suatu  keputusan  yang terbaik.

Output
1.      Trial 
2.      Repeat  purchase
3.      Post  purchase  evaluation
Perilaku  setelah  pengambulan  keputusan  yang  terdiri  dari  perilaku  pembelian  dan  evaluasi  setelah  pembelian.
a.       Pembelian
Terdiri  dari  dua  macam,  yakni  :
1.      Pembelian  coba-coba
Pembelian  coba-coba  merupakan  awal  dari  konsumen  melakukan  hubungan  dengan  produk  maupun  organisasi.
2.      Pembelian  Ulang
Pembelian  ulang  merupakan  proses  berkelanjutan  yang  merupakan  bentuk  kepercayaan  konsumen  ataupun  kepuasan  yang  telah  diperoleh  dari  pembelian  awal  suatu  produk  tersebut.

b.      Evaluasi  Setelah  Pembelian
Penilaian  pembelian  yang  telah  dilakukan  dari  terpenuhinya  kebutuhan,  keinginan  dan  harapan.  Penilaian  ini  menimbulkan  rasa  puas  atau  tidak  puas  konsumen  yang  memberikan  pengaruh  terhadap  tindakan  konsumen  selanjutnya  terhadap  produk  sebagai  umpan  balik  selanjutnya  dari  suatu  pengalaman  dari  suatu  pembelian.
Model  keputusan  pembelian  menunjukan  tiga  klasifikasi,  yaitu  input,  proses,  dan  output.  Input  yang  menentukan  proses  yang  kemudian  menghasilkan  output  berupa  pembelian.  Proses  yang  meliputi  variabel  pembuat  keputusan,  unsur  psikologis,  pengalaman  berlangsung  dalam  diri  konsumen  ditentukan  input  yang  bersumber  dari  luar  individu.

Kesadaran  Konsumen  Terhadap  Kebutuhan  dan  Keinginannya

Tipe-tipe  Pencarian  Informasi  yang  dilakukan  konsumen.
a.       Pencarian  informasi  pra  pembelian

Determinan  :

-           keterlibatan  dalam  pembelian
-           Lingkungan  pasar
-          Faktor-faktor  situasional

Motif  pencarian  :
membuat  keputusan  pembelian  yang  lebih  baik.

Hasil  yang  diharapkan  :

-          Meningkatkan  pengetahuan  atas  produk  dan  pasar.
-          Meningkatkan  hasil  pembelian  yang  memuaskan

b.      Pencarian  Informasi  terus  menerus

Determinan  :
-          keterlibatan  dalam  pembelian
-           Lingkungan  pasar
-          Faktor-faktor  situasional

Motif  pencarian  :
Membangun  bank  informasi  untuk  digunakan  pada  masa  mendatang  untuk  sarana  bersenang-senang.

Hasil  yang  diharapkan  :
-          Mempengaruhi  orang  lain
-          Meningkatkan  kepuasan 
-          Meningkatkan  pengetahuan  atas  produk  dan  pasar.


SUMBER   DAYA  KONSUMEN  DAN  PENGETAHUAN

a.       Sumberdaya Ekonomi

Potensi  sumberdaya  ekonomi  atau  lebih  dikenal  dengan  potensi  ekonomi  pada  dasarnya  dapat  diartikan  sebagai  sesuatu  atau  segala  sesuatu  sumberdaya  yang  dimiliki  baik  yang  tergolong  pada  sumber  daya  alam  (natural resources/endowment factors)  maupun  potensi  sumber  daya  manusia  yang  dapat  memberikan  manfaat  (benefit)  serta  dapat  digunakan  sebagai  modal  dasar  pembangunan  (ekonomi)  wilayah  tingkat  ketergantungan  terhadap  sumber  daya  secara  struktural  harus  bisa  dialihkan  pada  sumber  daya  alam  lain.  Jenis  sumber  daya   ini  pada  dasarnya  meliputi  sumber  daya  alam  yang  mensuplai  energi  seperti  minyak,  gas  alam,  uranium,  batubara  serta  mineral  yang  non  energi  misalnya : tembaga,  nikel,  aluminium,  dan  sebagainya.
Sumber  daya  alam  jenis  ini  adalah  sumber  daya   alam  dalam  jumlah  yang  tetap  berupa  deposit  mineral  (mineral  deposits)  diberbagai  tempat  dimuka  bumi.  Sumber  daya  alam  jenis  ini  bisa  habis  baik  karena  sifatnya  yang  tidak  bisa  diganti  oleh  proses  alam  maupun  karena  proses  penggantian  alamiahnya  berjalan  lebih  lamban dari  jumlah  pemanfaatannya.
Sumber  daya  alam  yang  potensial  untuk  diperbarui  (potentially  renewable  resources).  Kategori  sumber  daya  alam  ini  tergolong  sumber  daya  alam  yang  bisa  habis  dalam  jangka  pendek  jika  digunakan  dan  dicemari  secara  cepat,  namun  demikian  lambat  laun  akan  dapat  diganti  melalui  proses  alamiah.  Sumber  daya  alam  ini  keberadaannya  harus  dimanfaatkan  seoptimal  mungkin  dalam  rangka  untuk  mendorong,  mempercepat  dan  menunjang  proses  pembangunan  wilayah  (daerah).  Namun  demikian  penting  untuk  diperhatikan  aspek  ketersediaan  termasuk  daya  dukungnya  terhadap  mobilitas  pembangunan  daerah,  karena  apabila  sumberdaya  alam  dengan  3  kategori  ini  dimanfaatkan  dengan  tidak  bijaksana  dan  arif  maka  sudah  barang  tentu  stagnasi  dan  kemunduran  dinamika  pembangunan  ekonomi  wilayah  akan  semakin  cepat  menjelma  atau  merupakan  sesuatu  yang  tidak  bisa  dihindarkan.  Disamping  komponen  sumber  daya  alam,  pada  saat  ini  peranan  sumber  daya  manusia  (human resources)  dalam  konteks  kegiatan  pembangunan  ekonomi  termasuk  pembangunan  ekonomi  daerah  (wilayah)  semakin  signifikan.  Faktor  sumber  daya  manusia  ini  telah  menghadirkan  suatu  proses  pemikiran  baru  dalam  telaah  teori-teori  pembangunan  ekonomi,  yang  menempatkan  sumber  daya  manusia  sebagai  poros  utama  pembangunan  ekonomi  baik  dalam  skala  global,  nasional  maupun  daerah.  Strategi  pembangunan  ekonomi  yang  berbasis  pada  pengembangan  sumberdaya  manusia  (human  resources  development)  dianggap   sangat  relevan  dan  cocok  dengan  kondisi  dan  karakter  pembangunan  ekonomi  terutama  di  negara-negara  berkembang  sejak  era 80-an.
Strategi  pembangunan  ini  pertama  kali  diperkenalkan  oleh  seorang  pakar  perencanaan  pembangunan  ekonomi  berkebangsaan  Pakistan  yang  bernama  Mahbub   Ul Haq  yang  pada  saat  itu  menjadi  konsultan  Utama  United  Nation  Development  Programme  (UNDP).  Mahbub  Ul  Haq  berpendapat  bahwa  “pengembangan  sumber  daya  manusia  harus  dijadikan  landasan  utama  dalam  kebijakan  pembangunan  ekonomi  di  negara-negara  sedang  berkembang,  dan  hal  ini  dianggap  penting  mengingat  ketertinggalan  negara-negara  berkembang  terhadap  negara-negara  industri  maju  dalam  tingkat  kesejahteraan  ekonomi  seperti  kualitas  dan  standar  hidup  hanya  akan  dapat  diperkecil  manakala  terjadi  peningkatan  yang  sangat  signifikan  dalam  pengembangan  kualitas  sumber  daya  manusia”.  Dari  pola  pemikiran  seperti  diatas  maka  takaran  peranan  sumber  daya  manusia  dalam  proses  pembangunan  ekonomi  dalam  konteks  untuk  mengurangi  kesenjangan  pembangunan  ekonomi  pada  dasarnya  harus  dilihat  dari  aspek  peningkatan  kualitasnya.  Dengan  kualitas  sumberdaya  manusia  yang  semakin  meningkat,  akan  dapat  mendorong  peningkatan  produktivitas  ekonomi  sekaligus  sebagai  modal  dasar  untuk  memacu  pertumbuhan  ekonomi.  Bagi  kebayakan  negara-negara  yang  tingkat  pembangunan  ekonominya  sudah  tergolong  lebih  maju,  produktivitas  sumber  daya  manusia  secara  teknis  telah  dijadikan  sebagai  instrumen  terpenting  untuk  mempertahankan  pencapaian  laju  pertumbuhan  ekonomi,  sekaligus  dalam  upaya  untuk  memperkuat  basis  struktural  perekonomiannya.  Dalam  era  globalisasi,  kualitas  sumber  daya  manusia  yang  handal  akan  sangat  membantu  suatu  negara  untuk  memenangkan  kompetisi  atau  persaingan  dalam  perekonomian  global  sekaligus  dapat  menjaga  eksistensi  negara  tersebut  dalam  percaturan  dan  dinamika  perekonomian  dunia  yang  semakin  kompetitif.  



   b.  Sumberdaya  Sementara
Sumber  daya  ini  bersifat  sementara.  Dengan  memahami  perilaku  konsumen  akan  keterbatasan  sumber  waktu  dan  uang.

c.  Sumber  daya  Kognitif

Sumber  daya  yang  memiliki  kemampuan  untuk  merepresentasikan  dunia  dan  melakukan  operasi  logis  dalam  representasi  konsep  yang  berdasar  pada  kenyataan.  Teori  ini  mempersepsi  lingkungannya  dalam  tahapan-tahapan  perkembangan,  saat  seseorang  memperoleh  cara  baru  dalam  merepresentasikan  informasi  secara  mental.
d.  Pengetahuan Organisasi

Pengetahuan  organisasi  ini  dimaksudkan  untuk  mencakup  semua  jenis  skema  untuk  mengorganisir  informasi.  Istilah  pengetahuan  organisasi  ini  dimaksudkan  untuk  mencakup  semua  jenis  skema  untuk  mengorganisir  informasi  dan  mempromosikan  manajemen  pengetahuan.

e.  Pengetahuan  Konsumen  akan  Mempengaruhi  Keputusan  Pembelian

Pengetahuan  Konsumen  adalah  semua  informasi  yang  dimiliki  konsumen  mengenai  berbagai  macam  produk,  serta  pengetahuan  lainnya  yang  terkait  dan  informasi  yang  berhubungan  dengan  fungsinya  sebagai  konsumen.

-          Pengetahuan  Produk  adalah  kumpulan  berbagai  macam  informasi  mengenai   produk.
-          Pengetahuan  ini  meliputi  kategori  produk,  merek,  terminologi  produk,  atribut  atau  fitur  merek  produk,  harga  produk  dan  kepercayaan  mengenai  produk.
-           
Jenis Pengetahuan Produk

1.  Pengetahuan  tentang  karakteristik/atribut  produk.
2.  Pengetahuan  tentang  manfaat  produk.
3.  Pengetahuan  tentang  kepuasan  yang  diberikan  produk  kepada  konsumen.

Contoh  kasus :  
Seorang Konsumen mengkonsumsi wortel  karena  telah  diketahui  bahwa  secara  pengetahuan  wortel  mengandung  vitamin  A  yang  dapat  menyehatkan  mata  kita,  maka  untuk  kesehatan  mata  konsumen  tersebut  ,  ia  terus  mengkonsumsi  wortel.

  Proses perkembangan

Seorang  individu  dalam  hidupnya  selalu  berinteraksi  dengan  lingkungan.  Dengan  berinteraksi  tersebut,  seseorang  akan  memperoleh  skema.  Skema  berupa  kategori  pengetahuan  yang  membantu  dalam  menginterpretasi  dan  memahami  dunia.  Skema juga  menggambarkan  tindakan  baik  secara  mental  maupun  fisik  yang  terlibat  dalam  memahami  atau  mengetahui  sesuatu.

Asimilasi  adalah  proses  menambahkan  informasi  baru  ke  dalam  skema  yang  sudah  ada.  Proses  ini  bersifat subjektif,  karena  seseorang  akan  cenderung  memodifikasi  pengalaman  atau  informasi  yang  diperolehnya  agar  bisa  masuk  ke  dalam  skema  yang  sudah  ada  sebelumnya
Akomodasi  adalah  bentuk  penyesuaian  lain  yang  melibatkan  pengubahan  atau  penggantian  skema  akibat  adanya  informasi  baru  yang  tidak  sesuai  dengan  skema  yang  sudah  ada.  Dalam  proses  ini  dapat  pula  terjadi  pemunculan skema yang baru sama  sekali. Dalam  contoh  di  atas,  melihat  burung  unta  dan  mengubah  skemanya  tentang  burung  sebelum  memberinya  label  “burung”  adalah  contoh  mengakomodasi  binatang  itu  pada  skema  burung  si  anak.
Melalui  kedua  proses  penyesuaian  tersebut,  sistem  kognisi  seseorang  berubah  dan  berkembang  sehingga  bisa  meningkat  dari  satu  tahap  ke  tahap  di  atasnya.  Proses  penyesuaian  tersebut  dilakukan  seorang  individu  karena  ia  ingin  mencapai  keadaan  equilibrium,  yaitu  berupa  keadaan  seimbang  antara  struktur  kognisinya  dengan  pengalamannya  di  lingkungan.  Seseorang  akan  selalu  berupaya  agar  keadaan  seimbang  tersebut  selalu  tercapai  dengan  menggunakan  kedua  proses  penyesuaian  di atas.
Dengan  demikian,  kognisi  seseorang  berkembang  bukan  karena  menerima  pengetahuan  dari  luar  secara  pasif  tapi  orang  tersebut secara  aktif  mengkonstruksi  pengetahuannya.































BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

Semakin  banyaknya  persaingan  produk  yang  ada  di  Indonesia  maka  semakin  banyak  pula  pertimbangan-pertimbangan  yang  harus  kita  analisis  untuk  melakukan  pembelian,  maka  dari  itulah  kita harus  cermat  sebagai  konsumen  dalam  memilih  suatu  produk  sesuai  dengan  tuntunan  teori  yang  telah  dibahas  diatas.  Sedangkan  sebagai  produsen  pun  harus  cermat  dalam  memahami  kebutuhan  konsumen,  bukan  hanya  memikirkan  profit  semata  namun  bertindak  sebagai  produsen  yang  memiliki  rasa  dan  naluri  sebagai  konsumen.
Kualitas  sumber  daya  manusia  yang  semakin  meningkat  akan  dapat  mendorong  peningkatan  produktivitas  ekonomi  sekaligus  sebagai  modal  dasar  untuk  memacu  pertumbuhan  ekonomi.  Seorang  Konsumen  akan melihat  suatu  produk  berdasarkan  kepada  karakteristik  atau  ciri  atau  atribut  dari  produk  tersebut.  Setiap  konsumen  mungkin  memiliki  kemampuan  yang  berbeda  dalam  menyebutkan  karakteristik/atribut  dari  suatu  produk.  Hal  ini  disebabkan  perbedaan  pengetahuan  yang  dimilikinya.  Pengetahuan  mengenai  atribut  tersebut akan  mempengaruhi  pengambilan  keputusan  konsumen.  Pengetahuan  yang  lebih  banyak  akan  memudahkan  konsumen  dalam  memilih  produk  yang   akan  dibelinya.

Saran

Lebih  dilakukan  peningkatan  dimulai  dari  sumber  daya  alam  maupun  sumber  daya  manusia  itu  sendiri  lebih  tapatnya  kepada  pengetahuan  sesuai  dengan  penjelasann diatas.